Kamis, 24 Maret 2011

Batas Akhir Penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Jatuh Tempo Pelaporan SPT PPH Orang Pribadi

31 Maret 2011


Jangan Lupa dan terlewat

Sanksi 100.000 untuk keterlambatana penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Rabu, 23 Maret 2011

Pelaporan SPT PPh Tahunan bagi Suami Istri

Keluarga merupakan suatu komunitas kecil dalam suatu negara, yang membawa peran besar bagi negara ini. Keluarga terdiri dari Ayah, ibu dan anak, yang mempunyai peran masing-masing. Peran ibu menjadi peran utama dalam mengelola keuangan dalam keluarga. di Indonesi a hampir 80% pengelola keuangan rumah tangga dilakukan oleh Ibu. Dalam kondisi saat ini suami mempunyai penghasilan dan istri juga bahkan anaknya pun demikian.
Pasal 8 UU PPh mengatur mengenai konsep penghasilan bagi anggota keluarga, diatur sebagai berikut:
  1. Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
  2. Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila:

a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;

b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau

c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.

  1. Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
  2. Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya.
Berdasarkan Pasal 8 UU PPh atas penghasilan istri akan digabung dengan penghasilan suaminya. Akan tetapi dalam pasal 8 ayat(1)UU PPh apabila penghasilan istri semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Berikut ini ilustrasi pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

No Pekerjaan Suami Pekerjaan Istri Status NPWP Jenis SPT Keterangan
1770 1770 S (Penghasilan bruto di atas 60juta setahun) 1770 SS (Penghasilan bruto di bawah 60juta setahun)
1 PNS/Swasta PNS/Swasta Sama - Ya Suami Cukup malaporkan 1 SPT, Penghasilan istri bersifat Final tidak digabung
2 PNS/Swasta Swasta lebih dari 1 pemberi kerja Sama Ya Suami Cukup malaporkan 1 SPT, Penghasilan istri bersifat digabung
3 PNS/Swasta PNS/Swasta Sendiri-sendiri (berbeda) - Ya Suami dan Istri Masing-masing Lapor SPT. Penghasilan Istri digabung dengan Suami kemudian PPh masing-masing dipisah ke SPT masing-masing berdasarkan proporsi panghasilan
4 PNS/Swasta Swasta lebih dari 1 pemberi kerja Sendiri-sendiri (berbeda) Ya Suami dan Istri Masing-masing Lapor SPT. Penghasilan Istri digabung dengan Suami kemudian PPh masing-masing dipisah ke SPT masing-masing
5 PNS/Swasta Ibu Rumah Tangga Ya Suami Ya Suami Tergantung besarnya penghasilan
6 Tidak Bekerja PNS/Swasta Suami Tidak Ber-NPWP, Istri Ber-NPWP Ya Istri Ya Istri Istri Lapor SPT, Istri melampirkan surat keterangan serendah-rendahnya dari Camat yang menyatakan bahwa suami tidak bekerja
7 Tidak Bekerja PNS/Swasta Suami Ber-NPWP, Istri ber-NPWP beda Ya Suami dan Istri Masing-masing Lapor SPT. Penghasilan Istri digabung dengan Suami kemudian PPh masing-masing dipisah ke SPT masing-masing berdasarkan proporsi panghasilan
8 Usaha PNS/Swasta Sama Ya Suami Masing-masing Lapor SPT. Penghasilan Istri digabung dengan Suami kemudian PPh masing-masing dipisah ke SPT masing-masing berdasarkan proporsi panghasilan
9 Usaha PNS/Swasta Sendiri-sendiri (berbeda) Ya Suami Ya Istri Ya Istri Masing-masing Lapor SPT. Penghasilan Istri digabung dengan Suami kemudian PPh masing-masing dipisah ke SPT masing-masing berdasarkan proporsi panghasilan
10 Usaha Usaha Sama Ya Suami Cukup malaporkan 1 SPT, Penghasilan istri digabung
11 Usaha Usaha Sendiri-sendiri (berbeda) Ya Suami dan Istri Masing-masing Lapor SPT. Penghasilan Istri digabung dengan Suami kemudian PPh masing-masing dipisah ke SPT masing-masing berdasarkan proporsi panghasilan
12 PNS/Swasta Usaha Sama Ya Suami Cukup malaporkan 1 SPT, Penghasilan istri digabung
13 PNS/Swasta Usaha Sendiri-sendiri (berbeda) Ya Istri Ya Suami Ya Suami Masing-masing Lapor SPT. Penghasilan Istri digabung dengan Suami kemudian PPh masing-masing dipisah ke SPT masing-masing berdasarkan proporsi panghasilan

Perlakuan Perpajakan atas Pembelian Software Berlisensi

Perkembangan industri informasi teknologi (IT) saat ini semakin meninggkat. Dibuatnya perangkat lunak atau software menjadi kebutuhan masyarat seiring peningkatan globalisasi dan penigkatan kebutuhan akan arus informasi yang saat ini semakin cepat dan singkat. Banyak industri IT menciptakan software yang dapat member kemudahkan bagi masyarakat baik yang bersifat open alias gratis dan juga ada yang berbayar. Perlu menjadi perhatian bahwa peraturan perpajakan di Indonesia mempunyai regulasi terhadap pembelian dan penjualan dari software tersebut dimana penghasilannya merupakan objek pajak.

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) beserta penjelasan, diatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk royalti.

1. Pengertian Software

Software adalah perangkat lunak yang umumnya digunakan untuk mengontrol perangkat keras, melakukan perhitungan, berinteraksi dengan perangkat lunak lainnya, dan lain-lain.

Beberapa klasifikasi software diantaranya:

a. Freeware

Freeware adalah perangkat lunak bebas yang mengacu pada kebebasan para penggunanya untuk menjalankan, menggandakan, menyebarluaskan, mempelajari, mengubah dan meningkatkan kinerja perangkat lunak. Suatu program merupakan perangkat lunak bebas, setiap pengguna memiliki semua dari kebebasan tersebut, bebas untuk menyebarluaskan salinan program itu, dengan atau tanpa modifikasi (perubahan), secara gratis atau pun dengan memungut biaya penyebarluasan, kepada siapa pun dan dimanapun

b. Shareware

Shareware adalah perangkat lunak yang membatasi penggunanya dengan mengurangi fitur-fitur tertentu atau membatasi masa penggunaannya selama jangka waktu tertentu ataupun juga penggabungkan kedua hal ini. Tujuan dari publikasi shareware adalah untuk berbagi fungsi dan keunggulan perangkat lunak itu kepada konsumen sehingga konsumen bisa berkesempatan mencoba secara langsung perangkat lunak tersebut untuk kemudian memutuskan tidak lagi memakai software tersebut atau membeli versi penuhnya.

2. Pengertian Lisensi

Pengertian lisensi menurut Wikipedia, lisensi dalam pengertian umum adalah pemberian ijin. Pemberian lisensi dapat dilakukan jika ada pihak yang memberi lisensi dan pihak yang menerima lisensi, hal ini termasuk dalam sebuah perjanjian. Definisi lain, pemberian izin dari pemilik barang/jasa kepada pihak yang menerima lisensi untuk menggunakan barang atau jasa yang dilisensikan.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik rahasia dagang (ciptaan) kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Sebuah lisensi perangkat lunak bebas adalah lisensi perangkat lunak yang mengizinkan pengguna untuk memodifikasi dan mendistribusikan ulang perangkat lunak yang dimaksud. Lisensi ini berlawanan dengan lisensi dari perangkat lunak tak bebas yang melarang pendistribusian ulang atau rekayasa terbalik dari suatu perangkat lunak yang berakibat pada pelanggaran hak cipta.

Macam-macam Lisensi Software

a) Lisensi Freeware

Perangkat gratis atau freeware adalah perangkat lunak komputer berhak cipta yang gratis digunakantanpa batasan waktu, berbeda dari shareware yang mewajibkan penggunanya membayar (misalnya setelah jangka waktu percobaan tertentu atau untuk memperoleh fungsi tambahan). Para pengembang perangkat gratis seringkali membuat perangkat gratis "untuk disumbangkan kepada komunitas", namun juga tetap ingin mempertahankan hak mereka sebagai pengembang dan memiliki kontrol terhadap pengembangan selanjutnya. Kadang jika para pemrogram memutuskan untuk berhenti mengembangkan sebuah produk perangkat gratis, mereka akan memberikan kode sumbernya kepada pemrogram lain atau mengedarkan kode sumber tersebut kepada umum sebagai perangkat lunak bebas (OpenSource).

Contoh Freeware: Semua Program yang dapat di download di internet dengan mencantumkan lisensi freeware pada persetujuan pemasangan (install) software tersebut.

b) Lisensi Shareware

Shareware adalah salah satu metode pemasaran perangkat lunak komersial dimana perangkat lunak didistribusikan secara gratis. Kebanyakan perangkat lunak shareware didistribusikan melalui internet dan dapat diunduh secara gratis atau melalui majalah-majalah komputer. Istilah lainnya untuk shareware adalah trialware, demoware yang pada intinya "coba dulu sebelum membeli". Fitur-fitur perangkat lunak shareware belum tentu mencerminkan keseluruhan fitur yang didapat ketika pengguna sudah membeli perangkat lunak tersebut, tetapi beberapa shareware membuka semua fitur tanpa terkecuali. Umumnya perangkat lunak shareware hanya bisa dijalankan dalam periode waktu tertentu saja atau dibatasi dari jumlah penggunaannya. Setelah periode tertentu atau mencapai jumlah pemakaian tertentu, perangkat lunak akan terkunci. Jika pengguna tidak merasa cocok, dan tidak ingin menggunakannya lagi, maka pengguna wajib untuk menghapus program dari komputer pengguna.

Apabila pengguna merasa cocok, untuk dapat terus menggunakan, ia harus membeli untuk memperoleh kunci pembuka atau perangkat lunak versi non-shareware-nya. Apabila menggunakan kunci pembuka, pengguna memasukkan kunci tersebut di perangkat lunak shareware. Apabila kunci tersebut valid, perangkat lunak yang tadinya terkunci akan terbuka untuk penggunaan seterusnya tanpa batasan.

Contoh Shareware: Semua Program yang dapat di download di internet dengan mencantumkan lisensi Shareware pada persetujuan pemasangan (install) software tersebut.

c) Lisensi Opensource

Perangkat lunak sumber terbuka (Opensource Software) adalah jenis perangkat lunak yang kode sumber-nya terbuka untuk dipelajari, diubah, ditingkatkan dan disebarluaskan. Karena sifat ini, umumnya pengembangannya dilakukan oleh satu paguyuban terbuka yang bertujuan mengembangkan perangkat lunak bersangkutan. Anggota-anggota paguyuban itu seringkali sukarela tapi bisa juga pegawai suatu perusahaan yang dibayar untuk membantu pengembangan perangkat lunak itu. Produk perangkat lunak yang dihasilkan ini biasanya bersifat bebas dengan tetap menganut kaidah dan etika tertentu. Semua perangkat lunak bebas adalah perangkat lunak sumber terbuka, tapi sebaliknya perangkat lunak sumber terbuka belum tentu perangkat lunak bebas, tergantung kaidah yang dipakai dalam melisensikan perangkat lunak sumber terbuka tersebut. Serupa dengan perangkat lunak gratis, perangkat lunak sumber terbuka merupakan perangkat lunak yang juga dapat diperoleh dan didistribusikan secara bebas. Berbeda halnya dengan perangkat lunak gratis yang belum tentu boleh dilihat kode aslinya, perangkat lunak sumber terbuka dapat dibaca kode-kode pemrograman sesuai aslinya. Kode pemrograman ini dapat juga diubah, dimodifikasi dan dikembangkan sendiri oleh kita dengan tetap memperhatikan kaidah yang berlaku sesuai dengan lisensi perangkat lunak tersebut.

Sebagai contoh untuk memahami perbedaan antara kedua jenis perangkat ini dapat diilustrasikan misalnya perusahaan Microsoft pada suatu saat menjadikan salah satu produknya menjadi perangkat lunak gratis. Hal ini berarti siapapun dapat mendapatkannya secara gratis. Akan tetapi anda tidak diperkenankan untuk kemudian memodifikasi dan mengembangkan produk perangkat lunak tersebut.

Contoh Opensource: Sistem operasi: GNU/Linux, MySQL

3. Perlakuan Perpajakan

Dalam transaksi penjualan maupun pembelian terdapat penghasilan menjadi objek pengenaan pajak baik pajak penghasilan dan juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Yang menjadi objek pajak adalah atas pembayaran software atau lisensi dari software tersebut dalam hal ini pembeyaran tersebut dapat berupa royalti. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh, dijelaskan mengenai pengertian royalti yang menjadi objek pajak sebagai berikut:

Pada dasarnya imbalan berupa royalty terdiri dari tiga kelompok, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan:

a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;

b. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan;

c. informasi, yaitu yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

Berikut ini adalah perlakuan perpajakan atas pembelian software berlisensi

a. Pembelian Software di Dalam Negeri

Perlakuan perpajakan atas pembelian software saja yang dilakukan di dalam negeri bukan merupakan objek PPh Pasal 23, atas pembelian ini merupakan objek PPN yang akan dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. Akan tetapi jika pembelian software sekaligus diberikan lisensi misalkan seperangkat komputer plus lisensi operating system-nya maka atas pembelian ini merupakan pembelian software komputer yang termasuk dalam pengertian royalti selain objek PPN yang dipungut oleh PKP penjual dan pembeli melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas penghasilak yang akan diterima oleh penjual.

Dalam UU PPh diatur mengenai objek PPh Pasal 23, sebagai berikut:

Atas penghasilan dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:

a) sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas royalti;

b) sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan

2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

Jika dalam penyerahan software beserta juga jasa maintenance atau pemeliharan maka atas imbalan atas jasa pemeliharan tersebut juga merupakan objek PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) x jumlah bruto tidak termasuk PPN. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1 ayat (2) huruf q Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-244/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh yang mengatur tentang “Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan”

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-56/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009 menegaskan tentang jumlah bruto yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c sebagai berikut:

1) Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:

a) pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;

b) pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;

c) pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;

d) pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga

2) Jumlah bruto sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku:

a) atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering; atau

b) dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 1) di atas, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

3) Pembayaran sebagaimana dimaksud di atas harus dapat dibuktikan dengan:

a) kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) huruf a);

b) faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 1) huruf b);

c) faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1) huruf c);

d) faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir 1) huruf d).

b. Pembelian Software dari Luar Negeri

Perlakuan perpajakan atas pembelian software dari luar negeri beserta lisensinya merupakan objek PPh Pasal 26. Pengenaan PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c UU PPh, diatur bahwa atas penghasilan berupa royalti yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan atau tarif sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Pengenaan perpajakannya disesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia - dengan Negara tersebut, sebagai contoh: PT ABC membayar royalti yang kepada XYZ (Perusahaan Amerika) dan mengingat beneficial owner royalti tersebut adalah XXX Amerika, maka perlakuan Pajak Penghasilan atas royalti tersebut adalah berdasarkan P3B antara Indonesia - Amerika. Dengan demikian terhadap royalti yang dibayarkan oleh PT ABC kepada XYZ dikenakan berdasarkan PPh Pasal 26 sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Amerika sebagaimana tercantum dalam angka 2 huruf b.

Syarat untuk dapat menerapan ketentuan P3B sebagaimana dimaksud, pihak XYZ wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di Amerika kepada PT ABC sebagai pihak yang membayarkan penghasilan dan menyerahkan fotokopinya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PT ABC terdaftar. Dan apabila XYZ tidak dapat menyerahkan SKD dimaksud, maka atas pembayaran imbalan royalti tersebut dikenakan pemotongan pajak di Indonesia dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto sesuai ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf d UU PPh.

Selain memotong PPh Pasal 26 pembeli dalam hal ini importir mempunyai kewajiban membayar PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-undang nomor 8 Tahun 1983 tantang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN 1984) dan ketentuannya pelaksanannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-40/PMK.03/2010

(Diolah dari berbagai sumber)