Selasa, 22 Desember 2009

Perubahan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2009

Bagi Wajib Pajak telah terbit peraturan Dirjen Pajak yang mengatur mengenai bentuk dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2009 yaitu dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-66/PJ/2009 tanggal 21 Desember 2009 yang mengubah PER-34/PJ/2009 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk Pengisiannya.

SPT Tahunan PPh Orang Pribadi terdapat tiga jenis yaitu:

Formulir 1770

Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan:
  1. dari usaha dan pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau norma penghitungan penghasilan neto;
  2. dari satu atau lebih pemberi kerja;
  3. yang dikenakan pph final dan/atau bersifat final; dan/atau
  4. penghasilan lain,
Formulir 1770 S (Sederhana)

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan:
  1. dari satu atau lebih pemberi kerja;
  2. dari dalam negeri lainnya; dan/atau
  3. yang dikenakan pph final dan/atau bersifat final,
Formulir 1770 SS (Sangat Sederhana)

Dalam ketentuan PER-34/PJ./2009 batasan tentang penghasilan bruto WP OP ditiadakan atau tidak diatur. Sehingga berdasarkan PER-34/PJ./2009 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. wajib pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja
  2. berapa pun penghasilan bruto dari pekerjaan selama setahun
  3. tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi.
Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-66/PJ/2009 tanggal 21 Desember 2009 yang mengubah PER-34/PJ/2009 menyebutkan batasan penghasilan dikembalikan lagi seperti tahun 2008 yakni hanya diperkenankan bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun. Sehingga dengan perubahan PER-34/PJ/2009 dengan PER-66/PJ./2009 dapat ditarik simpulan bahwa yang berhak lapor dengan menggunakan SPT Tahunan formulir 1770 SS pada tahun pajak 2009 adalah
  1. bagi wajib pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja
  2. dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan
  3. tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi.
Sehingga apabila Wajib Pajak Orang Pribadi penghasilannya dalam Tahun Pajak 2009 lebih dari lebih dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja maka yang bersangkutan hanya boleh menggunakan formulir 1770 atau 1770 S.

Download SPT Tahunan PPh Orang Pribadi format Excel :
Download PER-66/PJ/2009 klik disini

Rabu, 02 Desember 2009

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pesangon/Pensiun Sekaligus

Akhirnya keluar juga peraturannya pemerintah terkait pembayar pesangon dan pensiun sekaligus setelah sekian lama kita tunggu tunggu.....

Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan yang mengatur Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus, yaitu dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2009 yang terbit tanggal 16 November 2009. Berikut sebagai gambaran tentang tarifnya pajaknya

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan belupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut:
  • sebesar 0% (nol persen)atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  • sebesar 5% (lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
  • sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  • sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp500.000.000.00 (lima raLus juta rupiah).
lebih lanjut silakan download Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 disini

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM 2009

DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada hari Rabu 16 September 2009. Berikut ini disampaikan Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM berdasarkan Pendapat Akhir Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tanggal 16 September 2009 (sumber: www.depkeu.go.id).

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM 2009

1.Objek dan Non Objek Pajak
  • Dalam rangka menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia di luar Daerah Pabean dan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Indonesia di Luar Daerah Pabean, maka atas ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud dalam RUU PPN dikenakan tarif 0% (nol persen).
  • Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan Pajak Masukan (Deemed Pajak Masukan).
2.Bukan Objek
  • Untuk memberikan kepastian hukum, pengaturan jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, yang semula diatur dengan Peraturan Pemerintah dinaikkan ke batang tubuh UU PPN dan PPnBM.
  • Untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri energi dalam negeri, barang hasil pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya termasuk batubara tetap sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.
  • Dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau, maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah-buahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.
  • Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama, maka objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN, yaitu barang hasil pertambangan galian C, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran. rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau katering.
  • Untuk memberikan perlakuan yang sama, Jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah ditetapkan sebagai bukan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.
3. Pengembalian (Retur) Jasa Kena Pajak (JKP)
  • Agar paralel dengan perlakuan pengembalian (retur) Barang Kena Pajak, dalam RUU PPN diatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan/dikembalikan sebagian atau seluruhnya.
4.Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  • Dengan tujuan untuk memberikan ruang kepada Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi regulasinya, maka batas atas tarif PPnBM dinaikkan dari 75% (tujuh puluh lima persen) menjadi 200% (dua ratus persen). Tarif tertinggi sebesar 200% (dua ratus persen) akan diterapkan apabila benar-benar diperlukan.
5.Pengkreditan Pajak Masukan.
  • Dalam RUU PPN diatur bahwa Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian, apabila dalam kurun waktu tertentu pengusaha terse but ternyata gagal berproduksi maka atas PPN yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali. Pengaturan batasan jangka waktu untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang gagal berproduksi disepakati 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan, dan berlaku untuk semua sektor usaha.
6.Restitusi PPN
  • Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak maka atas kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar seperti eksportir dan penyalur/pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap Masa Pajak. Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas, memberikan pelayanan yang lebih baik dan mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya (self assessment), Wajib Pajak tertentu yang memiliki resiko rendah, dapat diberikan restitusi dengan pengembalian pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dapat dilakukan kemudian bila diperlukan. Sanksi yang dikenakan lebih rendah dari Undang-Undang KUP yaitu 2% (dua persen) perbulan, kecuali terdapat indikasi tindak pidana perpajakan maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU KUP.
7. Deemed Pajak Masukan.
  • RUU ini mengatur mengenai Deemed Pajak Masukan yaitu mekanisme penetapan besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Wajib Pajak tertentu, baik berdasarkan omzet maupun kegiatan usaha (sektoral), yang bertujuan untuk memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban PPN-nya.
8.Pemusatan tempat PPN terutang.
  • Dalam rangka mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, RUU memberikan kemudahan prosedur penetapan pemusatan tempat terutang yaitu cukup dengan melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada Oirektur Jenderal pajak.
9. Saat pembuatan Faktur Pajak.
  • Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Oengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.
  • Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN yang semula paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP, diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Mengingat ketentuan ini tidak diatur dalam Undang-Undang KUP, maka ketentuan tersebut diatur dalam RUU PPN.
10.Fasilitas Perpajakan.
  • Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemberian fasilitas perpajakan maka diberikan penambahan fasilitas, antara lain untuk:
  • perwakilan negara asing/badan-badan internasional
  • impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri
  • listrik dan air
  • kegiatan penanggulangan bencana alam nasional
  • menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
  • bahan baku kerajinan perak
11. Restitusi Turis Asing
  • Dalam RUU PPN diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri (Turis Asing), dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu).
12. Tanggung Renteng.
  • Pengaturan mengenai tanggung renteng PPN yang pada waktu pembahasan RUU KUP diputuskan dihapus karena merupakan pengaturan material, dimasukkan ke dalam RUU PPN, mengingat ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun penjual.
13. Masa Berlaku RUU PPN dan PPnBM.
  • Mengingat diperlukannya waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini, penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik internal maupun eksternal maka RUU PPN dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1 April 2010.

Download Perubahan ketiga UU PPN - UU No 42 tahun 2009 klik disini
Download Persandingan UU PPN Lama dengan Perubahan terbaru klik disini